1. Apa yang dimaksud dengan
Etika menurut beberapa para ahli?
Pengertian Etika Menurut Para Ahli
Ada beberapa para ahli yang mengungkapkan
pengertian-pengertian etika. Diantaranya:
1. James J. Spillane SJ
Etika ialah mempertimbangkan atau
memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambi suatu keputusan yang
berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan akal budi manusia
dengan objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku
seseorang kepada orang lain.
2. Prof. DR. Franz Magnis Suseno
Etika merupakan suatu ilmu yang memberikan
arahan, acuan dan pijakan kepada tindakan manusia.
3. Soergarda Poerbakawatja
Etika merupakan sebuah filsafat berkaitan
dengan nilai-nilai, tentang baik dan buruknya tindakan dan kesusilaan.
4. Drs. H. Burhanudin Salam
Mengungkapkan bahwa etika ialah suatu cabang
ilmu filsafat yang berbicara tentang nilai -nilai dan norma yang dapat
menentukan perilaku manusia dalam kehidupannya.
5. Drs. O.P. Simorangkir
Menjelaskan bahwa etika ialah pandangan
manusia terhadap baik dan buruknya perilaku manusia.
6. A. Mustafa
Mengungkapkan etika sebagai ilmu yang
menyelidiki terhadap perilaku mana yang baik dan yang buruk dan juga dengan
memperhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang telah diketahui oleh akal
pikiran.
7. W.J.S. Poerwadarminto
Menjelaskan etika sebagai ilmu pengetahuan
mengenai asas-asas atau dasar-dasar moral dan akhlak.
8. Drs. Sidi Gajabla
Menjelaskan etika sebagai teori tentang
perilaku atau perbuatan manusia yang dipandang dari segi baik & buruknya
sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.
9. Bertens
Etika merupakan nilai dan norma moral yang
menjadi acuan bagi manusia secara individu maupun kelompok dalam mengatur
segala tingkah lakunya.
10. Ahmad Amin
Mengemukakan bahwa etika merupakan suatu ilmu
yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia, juga menyatakan sebuah tujuan yang harus dicapai
manusia dalam perbuatannya dan menunjukkan arah untuk melakukan apa yang
seharusnya didilakukan oleh manusia.
11. Hamzah Yakub
Etika merupakan ilmu yang menyelidiki suatu
perbuatan mana yang baik dan buruk serta memperlihatkan amal perbuatan manusia
sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
12. Aristoteles
Mengemukakan etika kedalam dua pengertian
yakni: Terminius Technicus & Manner and Custom. Terminius Technicus ialah
etika dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema
tindakan atau perbuatan manusia. Sedangkan yang kedua yaitu, manner and custom ialah suatu pembahasan
etika yang terkait dengan tata cara & adat kebiasaan yang melekat dalam
kodrat manusia (in herent in human nature) yang sangat terikat dengan arti
“baik & buruk” suatu perilaku, tingkah laku atau perbuatan manusia.
15 Pengertian Etika Menurut Para Ahli
Terlengkap
13. Maryani dan Ludigdo
Mengemukakan etika sebagai seperangkat norma,
aturan atau pedoman yang mengatur segala perilaku manusia, baik yang harus
dilakukan dan yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok masyarakat
atau segolongan masyarakat.
14. Martin
Mengemukakan bahwa etika ialah suatu disiplin
ilmu yang berperan sebagai acuan atau pedoman untuk mengontrol tingkah laku
atau perilaku manusia.
15. Menurut KBBI
Etika ialah ilmu tentang baik dan buruknya
perilaku, hak dan kewajiban moral; sekumpulan asa atau nila-nilai yang
berkaitan dengan akhlak; nilai mengenai benar atau salahnya perbuatan atau
perilaku yang dianut masyarakat.
2. Sebutkan dan jelaskan
prinsip-prinsip Etika
PRINSIP ETIKA PROFESI
AKUNTANSI
1. Prinsip
Tanggung Jawab Profesi
Dalam
melakukan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
Sebagai profesional,
anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan
tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus bertanggung jawab untuk bekerja sama
dengan sesama anggota untuk mengmbangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur
dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.
2. Prinsip
Kepentingan Publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme.
Satu ciri utama dari
suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan
memegang peranan yang penting dimasyarakat, di mana publik dari profesi akuntan
terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai,
investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada
objektifitas dan integritas akuntan dalam memelihara fungsi bisnis secara
tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap
kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan
masyarakat dan intuisi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan
ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
3. Prinsip
Integritas
Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu
elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas
merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan
(benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankann rahasia penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan dengan keuntungan pribadi. Integritas juga mengharuskan
anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional
4. Prinsip
Objektivitas
Setiap
anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Objektivitas adalah
suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidka memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam
berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan objektivitas mereka
diberbagai situasi. Anggota dalam praktik akuntan publik memberikan jasa
atestasi, perpajakan, dan konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan
laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit intern yang
bekerja dalam kapasitas keuangan dana manajemennya di industri, pendidikan, dan
pemerintahan. Mereka harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara
objektivitas.
5. Prinsip
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap
anggota harus melakukan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
Kehati-hatian
profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggita
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan kemampuannya, dmei kepentingan pengguna jasa dan konsisten dnegan
tanggung jawab profesi kepada publik.
6. Prinsip
Kerahasiaan
Setiap
anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
Kewajiban kerahasiaan
berlanjut bahkan setelah hubungan antaranggota dan klien atau pemberi kerja
berakhir. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggita kecuali jika persetujuan khusus
telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan
informasi. Kepentingan unumu dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai
sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan dimana
informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu
diungkapkan.
7. Prinsip
Perilaku Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi
tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota
sebagai perwujudan pertanggungjawaban kepada penerima jasa, pihak ketiga,
anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Prinsip
Standar Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
pemerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
objektivitas.
Standar teknis dan
standar profesional yang harus ditaati oleh anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International Federation of
Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
Mulyadi.2014. Auditing Edisi 6. Jakarta:Salemba Empat.
3. Jelaskan Perkembangan Etika
Bisnis
Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Sepanjang sejarah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri. Sejak manusia terjun dalam perniagaan, disadari juga bahwa kegiatan ini tidak terlepas dari masalah etis. Aktivitas perniagaan selalu sudah berurusan dengan etika, artinya selalu harus mempertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Memang benar, sejak ditemukannya bisnis, etika sudah mendampingi kegiatan manusiawi ini.Namun demikian, jika kita menyimak etika bisnis sebagaimana dipahami dan dipraktekkan sekarang, tidak bisa disangkal juga, disini kita menghadapi suatu fenomena baru. Belum pernah dalam sejarah, etika bisnis mendapat perhatian begitu besar dan intensif seperti sekarang ini. Etika selalu sudah dikaitkan dengan bisnis. Sejak ada bisnis, sejak saat itu pula bisnis dihubungkan dengan etika, sebagaimana etika selalu dikaitkan juga dengan wilayah-wilayah lain dalam kehidupan manusia deperti politik keluarga, seksualitas, berbagai profesi, dan sebagainya. Jadi, etika dalam bisnis belum merupakan suatu bidang khusus yang memiliki corak dan identitas tersendiri. Hal itu baru tercapai dengan timbulnya “etika bisnis” dalam arti yang sesungguhnya. Etika dalam bisnis mempunyai riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika bisnis masih muda sekali. Kita baru bisa berbicara tentang etika bisnis dalam arti spesifik setelah menjadi suatu bidang (field) tersendiri, maksudnya suatu bidang intelektual dan akademis dalam konteks pengajaran dan penelitian di peruguran tinggi. Etika bisnis dalam arti khusus ini untuk pertama kali timbul di Amerika Serikat dalam tahun 1970-an dan agak cepat meluas ke kawasan dunia lainnya. Dengan memanfaatkan dan memperluas pemikiran De George ini kita dapat membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis menjadi etika bisnis.
- Situasi Dahulu
Pada waktu itu banyak universitas diberikan kuliah agama dimana masiswamempelajari masalah – masalah moral sekitar ekonomi dan bisnis. Pembahasannyatentu berbeda, sejauh mata kuliah ini diberikan dalam kalangan katolik atau protestan.Dengan demikian di Amerika Serikat selama paro pertama pada abad ke-20 etikadalam bisnis terutama dipraktekan dalam konteks agama dan teologi. Danpendekatanini masih berlangsung terus sampai hari ini, di Amerika Serikat maupun ditempat lain.
- Tahun 1960-an
Dunia pendidikan menanggapi situasi ini dengan cara berbeda – beda. Salah satu reaksi paling penting adalah memberi perhatian khusus kepada social issues dalam kuliah tentang manajemen. Beberapa sekolah bisnis mulai dengan mencamtumkan mata kuliah baru di kurikulumnya yang biasanya dibesi nama Business and Society. Kuliah ini diberikan oleh Doden – Dosen manajeman dan mereka menyusun buku – buku pegangan dan publikasi lain untuk menunjang matakuliah itu. Pendekatan ini diadakan dari segi manajemen , dengan sebagaian melibatkan juga hukum dan sosiologi, tetapi teori etika filosofis disini belum dimanfaatkan.
- Tahun 1970-an
1970-an krisis moral dalam dunia bisnis itu diperkuat lagi oleh krisis moral lebih umum yang melanda seluruh masyarakat Amerika pada waktu itu. Melatarbelakangi krisis moral yang umum itu , dunia bisnis amerika tertimpa oleh kerisis moral yang khusus . Sebagaian sebagai reaksi atas terjadinya peristiwa – peristiwa tidak etis ini pada awal tahun 1970-an dalam kalangan pendidikan Amerika didasarkan kebutuhan akan refleksi etika di bidang bisnis. Salah satu usaha khusus adalah menjadikan etika bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum ini ternyata berdampak luas. Dengan demikian dipilihnya etika bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum sekolah bisnis banyak menyumbang kapada perkembangannya ke arah bidang ilmiah yang memiliki identitas sendiri.
Terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an yaitu:
- Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis.
- Terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
- Tahun 1980-an
- Tahun 1990-an
Bertens,Kees. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Kanisius : Yogyakarta.
4.
Jelaskan
Ethical Governance
Pengertian
Good Corporate Governance
Berbagai
peristiwa dalam dasawarsa terakhir telah menjadikan corporate governance sebuah
isu penting di kalangan para eksekutif, organisasi – organisasi NGO, para
konsultan korporasi, akademis, dan regulator (pemerintah) di berbagai belahan
dunia. Isu – isu yang terkait dengan corporate governance seperti insider
trading, transparansi, akuntabilitas, independensi, etika bisnis, tanggung
jawab social (corporate social responsibility)dan perlindungan investor
telah menjadi ungkapan – ungkapan yang lazim diperbincangkan di kalangan para
pelaku usaha. Corporate governance juga telah menjadi salah satu isu paling
penting bagi para pelaku usaha diberbagai belahan dunia, termasuk pengusaha di
Indonesia.
Dengan
perkembangan – perkembangan di atas isu corporate governanceyang tadinya
hanya bersifat marginal kini telah menjadi isu sentral. Oleh sebab itu,
dibutuhkan pemahaman yang memadai tentang corporate governance.
Merupakan hal yang sia – sia bahkan berbahaya bila kita sekedar mengikuti trend
atau kepatuhan terhadap regulasi tanpa memahami makna dan manfaatnya.
Prinsip Good
Governancemerupakan kaidah, norma ataupun pedoman harus digunakan oleh
pimpinan perusahaan dan para pegawai agar segala tindakan maupun keputusan yang
dilakukannya adalah dalam rangka mendukung kepentingan perusahaan dan
pemegang saham. Kaidah, norma ataupun pedoman yang digunakan harus mengikuti
kaidah yang telah ditetapkan oleh Pemerintah maupun ketentuan pengelolaan
perusahaan yang telah ditetapkan pada perusahan publik. Agar
praktek-praktek good governancemenjadi tindakan yang nyata dari pimpinan
dan para pegawainya, maka diperlukan suatu pedoman Good Corporate
Governance (GCG).
Banyak
difinisi yang berkaitan dengan corporate governance, diantaranya adalah
sebagai
berikut :
- Kata
governance berasal dari bahasa Perancis gubernance yang berarti
pengendalian. Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam konteks
kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain, menjadicoporate
governance. Dalam bahasa Indonesia corporate governance diterjemahkan
sebagai tata kelola atau tata pemerintahan perusahaan. Good Corporate
Governance sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem,
dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris,
RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara
berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan
norma yang berlaku. (Sutojo dan Aldridge, 2008).
- Istilah
Good Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Istilah
Good Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury
Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan
mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang
sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik
Good Corporate Governance di seluruh dunia. Komite Cadbury, Tjager (2003)
mendefinisikan Good Corporate Governance, sebagai sistem yang mengarahkan
dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan
antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin
kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal
ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer,
pemegang saham dan sebagainya.
- Menurut
FCGI (2001) pengertian Good Corporate Governance adalah seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan.
- Menurut
OCED ( Organization for economic co-operation and development)
Mendefenisikan corporate governancesebagai sekumpulan hubungan
antara pihak manajemen perusahaan, board dan pemegang saham dan pihak lain
yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Good corporate governancejuga
mensyaratkan adanya struktur, perangkat untuk mencapai tujuan dan
pengawasan atas kinerja.
- Menurut
Bank Dunia (World Bank) Good corporate governanceadalah
kumpulan hukum, peraturan – peraturan dan kaidah – kaidah yang wajib
dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber – sumber perusahaan secara
efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan
bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
Corporate governance adalah seperangkat tata hubungan
diantara manajemen, direksi,dewan komisaris, pemegang saham dan para pemangku
kepentingan (stakeholders) lainnya yang mengatur dan mengarahkan kegiatan
perusahaan
TUJUANGood Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan. Di Indonesia, penerapan Good Corporate Governance telah dibuatkan pedomannya oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) melalui bukunya yang baru dirilis tahun 2006 lalu berjudul “Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia”.
GCG bagi suatu perusahaan dimaksudkan sebagai pedoman manajemen dan pegawai dalam menjalankan praktek bisnis yang memenuhi persyaratan Good Governance.Sedangkan tujuannya adalah :
- Memaksimalkan value Perusahaan dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan.
- Memastikan pengelolaan Perusahaan dilakukan secara profesional, transparan,dan efisien.
- Mewujudkan kemandirian dalam membuat keputusan sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing pimpinan dalam Perusahaan tersebut.
- Memastikan setiap pegawai dalam perusahaan berperan sesuai wewenang dan tanggung jawab yang telah ditetapkan.
- Mewujudkan praktek bisnis yang sejalan dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governancesecara konsisten.
- Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
- Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).
- Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
- Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.
Penerapan GCG memiliki dua faktor yang memegang peranan yang menentukan keberhasilannya sebagai berikut, seperti dikutip dari Ristifani (2009) :
- Faktor Internal
- Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
- Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.
- Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.
- Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
- Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
Faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:
- Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
- Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya.
- Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan).
- Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.
- Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.
Ruang Lingkup Good Corporate Governance
Good Corporate Governance tercipta apabila terjadi keseimbangan kepentingan antara semua pihak yang berkepentingan dengan bisnis kita. Identifikasi keseimbangan dalam keberadaannya memerlukan sebuah sistem pengukuran yang dapat menyerap setiap dimensi strategis dan operasional bisnis serta berbasis informasi. Pengukuran kinerja konsep GCG berdasarkan kepada lima dasar, yaitu:
- Perlindungan hak pemegang saham,
- Persamaan perlakuan pemegang saham,
- Peranan stakeholdersterkait dengan bisnis,
- Keterbukaan dan transparansi,
- Akuntabilitas dewan komisaris
Hubungan
Good Corporate Governance (GCG) dengan Etika Profesi Akuntansi
Profesi
akuntansi merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa atestasi maupun
non-atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik yang ada. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Peran akuntan dalam perusahaan tidak bisa terlepas
dari penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan.
Meliputi prinsip kewajaran (fairness), akuntabilitas (accountability),
transparansi (transparency), dan responsibilitas (responsibility).
Dalam hubungannya dengan prinsip GCG, peran akuntan secara signifikan di
antaranya :
- Prinsip
Kewajaran.
Laporan
keuangan dikatakan wajar bila memperoleh opini atau pendapat wajar tanpa
pengecualian dari akuntan publik. Laporan keuangan yang wajar berarti tidak
mengandung salah saji material, disajikan secara wajar sesuai prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia (dalam hal ini Standar Akuntansi Keuangan). Adanya
kewajaran laporan keuangan dapat mempengaruhi investor membeli atau menarik
sahamya pada sebuah perusahaan. Jelaslah bahwa kegunaan informasi akuntansi
dalam laporan keuangan akan dipengaruhi adanya kewajaran penyajian.
- Prinsip
Akuntabilitas.
Merupakan
tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif, dengan dibentuknya
komite audit. Bapepam mensyaratkan, dalam keanggotaan komite audit, minimum
sebanyak 3 orang dan salah satu anggotanya harus akuntan. Komite audit
mempunyai tugas utama melindungi kepentingan pemegang saham ataupun pihak lain
yang berkepentingan dengan melakukan tinjauan atas reliabilitas dan integritas
informasi dalam laporan keuangan, laporan operasional serta parameter yang
digunakan untuk mengukur, melakukan klasifikasi dan penyajian dari laporan
tersebut.
- Prinsip
Transparansi.
Prinsip
dasar transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disampaikan
perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung pada kualitas penyajian
informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu akuntan manajemen
dituntut menyediakan informasi jelas, akurat, tepat waktu dan dapat
dibandingkan dengan indikator yang sama.
- Prinsip
Responsibilitas.
Prinsip ini
berhubungan dengan tanggungjawab perusahaan sebagai anggota masyarakat. Prinsip
ini juga berkaitan dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua peraturan
dan hukum yang berlaku. Seiring perubahan sosial masyarakat yang menuntut
adanya tanggungjawab sosial perusahaan, profesi akuntan pun mengalami perubahan
peran. Pandangan pemegang saham dan stakeholderlain saat ini tidak hanya
memfokuskan pada perolehan laba perusahaan, tetapi juga memperhatikan
tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan.
PENERAPAN
ETIKA DAN GOOG CORPORATE GOVERNANCE
Mengacu pada
teori egoism bahwa setiap manusia memiliki egoism di dalam
dirinya masing-masing, maka akan ada benturan kepentingan antara kepentingan
manajemen, kepentingan pemegang saham, dan kepentingan stakeholder
lainnya. Setiap entitas tersebut memiliki kepentingan masing-masing dalam
meningkatkan keuntungan untuk dirinya sendiri.
Permasalahan
muncul ketika pemenuhan kepentingan dalam mendapatkan keuntungan tersebut
merugikan hak entitas lain. Manejemen memiliki kepentingan untuk mendapatkan
laba sebesar-besarnya dari bisnis yang dijalankan. Pemegang saham dan kreditur
memiliki kepentingan untuk mendapatkan pengembalian yang maksimal dari dana
yang ditanamkan atau dipinjamkan kepada perusahaan. Begitu juga dengan stakeholder
lainnya memiliki kepentingan masing-masing.
Selanjutnya
lahirnya konsep good corporate governance untuk mengatasi permasalahan
di atas. Terutama pada sistem ekonomi pasar bebas, pihak yang berkepentingan
sangat banyak dan masing-masing menuntut haknya dalam memperoleh keuntungan. Good
corporate governance sebagai sebuah struktur dan proses akan mengendalikan
perusahaan tentang bagaimana seharusnya perusahaan beroperasi. Good
corporate governance akan menemukan benang merah atau titik temu antara
kepentingan masing-masing entitas yang menginginkan keuntungan seperti
yang dijelaskan di atas.
Sementara
itu, good corporate governance akan terlaksana jika setiap perusahaan
memiliki integritas yang tinggi dalam menjalankan usahanya. Dengan integritas
yang tinggi, perusahaan akan memperoleh kepercayaan dari para stakeholder
sehingga dapat terus menjalankan usahanya untuk jangka panjang. Misalnya dengan
memberikan pengembalian yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kreditur
atau pemegang saham, perusahaan akan mendapatkan kepercayaan dalam mengelola
dana sehingga mendapatkan pinjaman atau modal secara berkelanjutan. Maka
perusahaan harus juga menyediakan informasi yang akurat dan relevan. Artinya
perusahaan dituntut untuk memiliki akuntabilitas dan transparansi yang tinggi.
Untuk dapat
mewujudkan integritas yang tinggi tersebut, perusahaan harus menerapkan
asas-asas etika. Apabila perusahaan menerapkan perilaku-perilaku etis dalam
setiap keputusan yang dibuatnya, integritas tinggi tersebut akan muncul secara
otomatis. Ulitarianism dan deontology dapat digunakan untuk
melahirkan perilaku etis dalam pengambilan keputusan yang tidak hanya
memperhatikan kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok, melainkan
kepentingan masyarakat secara keseluruhan mencakup kepentingan perusahaan dan stakeholder.
Penerapan
perilaku-perilaku etis pada perusahaan pada akhirnya akan mewujudkan good
corporate governance. Perusahaan akan mempertimbangkan kepentingan para stakeholder
sehingga perusahaan memiliki tanggung jawab yang tinggi. Dengan begitu
perusahaan mendapatkan kepercayaan dari kreditur, pemegang saham, tenaga kerja,
dan stakeholder lainnya. Penerapan perilaku etis ini akan mewujudkan integritas
dan good corporate govenance secara berkesinambungan.