Senin, 23 Oktober 2017

Etika Profesi Akuntansi (Tugas II)

1.    Apa yang dimaksud dengan Etika menurut beberapa para ahli?
Pengertian Etika Menurut Para Ahli

Ada beberapa para ahli yang mengungkapkan pengertian-pengertian etika. Diantaranya:
1. James J. Spillane SJ

Etika ialah mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambi suatu keputusan yang berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan akal budi manusia dengan objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang kepada orang lain.
2. Prof. DR. Franz Magnis Suseno

Etika merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan dan pijakan kepada tindakan manusia.
3. Soergarda Poerbakawatja

Etika merupakan sebuah filsafat berkaitan dengan nilai-nilai, tentang baik dan buruknya tindakan dan kesusilaan.
4. Drs. H. Burhanudin Salam

Mengungkapkan bahwa etika ialah suatu cabang ilmu filsafat yang berbicara tentang nilai -nilai dan norma yang dapat menentukan perilaku manusia dalam kehidupannya.
5. Drs. O.P. Simorangkir

Menjelaskan bahwa etika ialah pandangan manusia terhadap baik dan buruknya perilaku manusia.
6. A. Mustafa

Mengungkapkan etika sebagai ilmu yang menyelidiki terhadap perilaku mana yang baik dan yang buruk dan juga dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang telah diketahui oleh akal pikiran.
7. W.J.S. Poerwadarminto

Menjelaskan etika sebagai ilmu pengetahuan mengenai asas-asas atau dasar-dasar moral dan akhlak.
8. Drs. Sidi Gajabla

Menjelaskan etika sebagai teori tentang perilaku atau perbuatan manusia yang dipandang dari segi baik & buruknya sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.
9. Bertens

Etika merupakan nilai dan norma moral yang menjadi acuan bagi manusia secara individu maupun kelompok dalam mengatur segala tingkah lakunya.
10. Ahmad Amin

Mengemukakan bahwa etika merupakan suatu ilmu yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, juga menyatakan sebuah tujuan yang harus dicapai manusia dalam perbuatannya dan menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya didilakukan oleh manusia.
11. Hamzah Yakub

Etika merupakan ilmu yang menyelidiki suatu perbuatan mana yang baik dan buruk serta memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
12. Aristoteles

Mengemukakan etika kedalam dua pengertian yakni: Terminius Technicus & Manner and Custom. Terminius Technicus ialah etika dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema tindakan atau perbuatan manusia. Sedangkan yang kedua yaitu,  manner and custom ialah suatu pembahasan etika yang terkait dengan tata cara & adat kebiasaan yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang sangat terikat dengan arti “baik & buruk” suatu perilaku, tingkah laku atau perbuatan manusia.

15 Pengertian Etika Menurut Para Ahli Terlengkap
13. Maryani dan Ludigdo

Mengemukakan etika sebagai seperangkat norma, aturan atau pedoman yang mengatur segala perilaku manusia, baik yang harus dilakukan dan yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok masyarakat atau segolongan masyarakat.
14. Martin

Mengemukakan bahwa etika ialah suatu disiplin ilmu yang berperan sebagai acuan atau pedoman untuk mengontrol tingkah laku atau perilaku manusia.
15. Menurut KBBI

Etika ialah ilmu tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral; sekumpulan asa atau nila-nilai yang berkaitan dengan akhlak; nilai mengenai benar atau salahnya perbuatan atau perilaku yang dianut masyarakat.


2.       Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip Etika

PRINSIP ETIKA PROFESI AKUNTANSI
1.      Prinsip Tanggung Jawab Profesi
Dalam melakukan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengmbangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2.      Prinsip Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting dimasyarakat, di mana publik dari profesi akuntan terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada objektifitas dan integritas akuntan dalam memelihara fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan intuisi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
3.      Prinsip Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankann rahasia penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan dengan keuntungan pribadi. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional
4.      Prinsip Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidka memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan objektivitas mereka diberbagai situasi. Anggota dalam praktik akuntan publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, dan konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit intern yang bekerja dalam kapasitas keuangan dana manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintahan. Mereka harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas.
5.      Prinsip Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melakukan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggita mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, dmei kepentingan pengguna jasa dan konsisten dnegan tanggung jawab profesi kepada publik.
6.      Prinsip Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antaranggota dan klien atau pemberi kerja berakhir. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggita kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi. Kepentingan unumu dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan dimana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
7.      Prinsip Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan pertanggungjawaban kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8.      Prinsip Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari pemerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas.
Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati oleh anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
Mulyadi.2014. Auditing Edisi 6. Jakarta:Salemba Empat.

3.       Jelaskan Perkembangan Etika Bisnis

Perkembangan Dalam Etika Bisnis

Sepanjang sejarah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri. Sejak manusia terjun dalam perniagaan, disadari juga bahwa kegiatan ini tidak terlepas dari masalah etis. Aktivitas perniagaan selalu sudah berurusan dengan etika, artinya selalu harus mempertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Memang benar, sejak ditemukannya bisnis, etika sudah mendampingi kegiatan manusiawi ini.
Namun demikian, jika kita menyimak etika bisnis sebagaimana dipahami dan dipraktekkan sekarang, tidak bisa disangkal juga, disini kita menghadapi suatu fenomena baru. Belum pernah dalam sejarah, etika bisnis mendapat perhatian begitu besar dan intensif seperti sekarang ini. Etika selalu sudah dikaitkan dengan bisnis. Sejak ada bisnis, sejak saat itu pula bisnis dihubungkan dengan etika, sebagaimana etika selalu dikaitkan juga dengan wilayah-wilayah lain dalam kehidupan manusia deperti politik keluarga, seksualitas, berbagai profesi, dan sebagainya. Jadi, etika dalam bisnis belum merupakan suatu bidang khusus yang memiliki corak dan identitas tersendiri. Hal itu baru tercapai dengan timbulnya “etika bisnis” dalam arti yang sesungguhnya. Etika dalam bisnis mempunyai riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika bisnis masih muda sekali. Kita baru bisa berbicara tentang etika bisnis dalam arti spesifik setelah menjadi suatu bidang (field) tersendiri, maksudnya suatu bidang intelektual dan akademis dalam konteks pengajaran dan penelitian di peruguran tinggi. Etika bisnis dalam arti khusus ini untuk pertama kali timbul di Amerika Serikat dalam tahun 1970-an dan agak cepat meluas ke kawasan dunia lainnya. Dengan memanfaatkan dan memperluas pemikiran De George ini kita dapat membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis menjadi etika bisnis.
dfd2
  1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Dalam filsafat dan teologi Abad pertengahan pembahasan ini dilanjutkan, dalam kalangan Kristen maupun Islam, Topik-topik moral sekitar ekonomi dan perniagaan tidak luput pula dari perhatian filsafat (dan teologi) di zaman modern. Dengan membatasi diri pada situasi di Amerika Serikat selama paro pertama abad ke-20, De George melukiskan bagaimana di perguruan tinggi masalah moral di sekitar ekonomi dan bisnis terutama disoroti dalam teologi.
Pada waktu itu banyak universitas diberikan kuliah agama dimana masiswamempelajari masalah – masalah moral sekitar ekonomi dan bisnis. Pembahasannyatentu berbeda, sejauh mata kuliah ini diberikan dalam kalangan katolik atau protestan.Dengan demikian di Amerika Serikat selama paro pertama pada abad ke-20 etikadalam   bisnis   terutama   dipraktekan   dalam   konteks   agama   dan   teologi.   Danpendekatanini masih berlangsung terus sampai hari ini, di Amerika Serikat maupun ditempat lain.
  1. Tahun 1960-an
Dalam   tahun   1960-an   terjadi   perkembangan   baru   yang   dilihat   sebagaipersiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis dalam dekade berikutnya. Dasawarsa1960-an  ini  di  Amerika  Serikat  (dan  dunia  barat   pada   umumnya)  ditandai  olehpemberontakan terhadap kuasa dan otoritas, revolusi mahasiswa (mulai di ibukotaPrancis bulan Mei 1968). Suasana tidak tenang ini diperkuat lagi karena frustasi yang dirasakan secara khusus oleh kaum muda dengan keterlibatan Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Rasa tidak puas ini mengakibatkan demonstrasi – demonstrasi paling besar dirasakan di Amerika serikat. Secara khusus kaum muda menolak kolusi yang dimata mereka terjadi antara militer dan industri. Industri dinilai terutama melayani kepentingan militer. Serentak juga untuk pertama kali timbul kesadaran akan masalah ekologis dan terutama industri di anggap sebagai penyebab masalah lingkungan hidup itu dengan polusi udara, air, dan tanah serta limbah beracun dan sampah nuklir.
Dunia pendidikan menanggapi situasi ini dengan cara berbeda – beda. Salah satu reaksi paling penting adalah memberi perhatian khusus kepada social issues dalam   kuliah   tentang   manajemen.   Beberapa   sekolah   bisnis   mulai   dengan mencamtumkan   mata   kuliah   baru   di   kurikulumnya   yang   biasanya   dibesi   nama Business and Society.  Kuliah ini diberikan oleh Doden – Dosen manajeman dan mereka menyusun buku – buku pegangan dan publikasi lain untuk menunjang matakuliah   itu.   Pendekatan   ini   diadakan   dari   segi   manajemen   ,   dengan   sebagaian melibatkan   juga   hukum   dan   sosiologi,   tetapi   teori   etika   filosofis   disini   belum dimanfaatkan.
  1. Tahun 1970-an
Etika bisnis sebagai suatu bidang intelektual dan akademis dengan identitas sendiri mulai terbentuk di Amerika Serikat tahun 1970-an. Jika sebelumnya etika hanya membicarakan aspek – aspek moral dari bisnis di samping banyak pokok pembicaraan   moral   lainya   (etika   dalam   hubungan   dengan   bisnis),   kini   mulai berkembang etika dalam arti sebenarnya. Jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan pada tahap ilmiah (teologi) membicarakan masalah – masalah moral dari bisnis, pada tahun 1970-an para filsuf memasuki wilayah penelitian ini dalam waktu singkat   menjadi   kelompok   yang   paling   dominan.   Sebagaian   sukses   usaha   itu, kemudian   beberapa   filsuf   memberanikan   diri   untuk   terjun   kedalam   etika   bisnis sebagai sebuah cabang etika terapan lainnya. Faktor kedua yang memicu timbulnya etika bisnis sebagai suatu bidang study yang serius adalah krisis moral yang dialami dunia bisnis Amerika pada awal tahun.
1970-an krisis moral dalam dunia bisnis itu diperkuat lagi oleh krisis moral lebih umum yang melanda seluruh masyarakat Amerika pada waktu itu. Melatarbelakangi krisis moral yang umum itu , dunia bisnis amerika tertimpa oleh kerisis moral yang khusus . Sebagaian sebagai reaksi atas terjadinya peristiwa – peristiwa tidak etis ini pada awal tahun 1970-an dalam kalangan pendidikan Amerika didasarkan kebutuhan akan refleksi etika di bidang bisnis. Salah satu usaha khusus adalah menjadikan etika bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum ini ternyata berdampak luas. Dengan demikian dipilihnya etika bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum sekolah bisnis banyak menyumbang kapada perkembangannya ke arah bidang ilmiah yang memiliki identitas sendiri.
Terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an yaitu:
  • Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis.
  • Terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
  1. Tahun 1980-an
Di Eropa Barat etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira – kira sepuluh tahun kemudian , mula – mula di inggris yang secara geografis maupun kultural paling dekat dengan Amerika Serikat, tetapi tidak lama kemudian juga negara– negara Eropa Barat lainnya. Semakin banyak fakultas ekonomi atau sekolah bisnisdi Eropa mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam kurikulumnya, sebagai mata kuliah pilihan ataupun wajib di tempuh. Sepuluh tahun kemudian sudah terdapat dua belas profesor etika bisnis pertama di universitas – Universitas Eropa. Pada tahun 1987 didirikan European Business Ethich Network (EBEN) yang bertujuan menjadi forum   pertemuan   antara   akademisi   dari   universitas   serta   seklah   bisnis   ,   para pengusaha dan wakil –wakil organisasi nasional dan internasional seperti misalnya serikat   buruh).   Konferensi   EBEN   yang   pertama   berlangsung   di   Brussel   (1987). Konferensi kedua di Barcelona (1989) dan selanjutnya ada konferensi setiap tahun : Milano (1990), London (1991), Paris (1992), Sanvika , Noerwegia (1993), St. GallenSwis   (1994),   Breukelen   ,   Belanda   (1995),   Frankfurt   (1996).   Sebagaian   bahan konferensi – konferensi itu telah diterbitkan dalam bentuk buku.
  1. Tahun 1990-an
Dalam dekade 1990-an sudah menjadi jelas, etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia barat. Kini etika bisnis dipelajari, diajarkan dan dikembangkan di seluruh dunia, kita mendengar tentang kehadiran etika bisnis amerika latin, eropa timur, apalagi sejak runtuhnya komunisme disana sebagai sistem politik dan ekonomi. Tidak mengherankan bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di negara yang memiliki ekonomi yang paling kuat di luar dunia barat. Tanda bukti terakhir bagi sifat global etika bisnis adalah telah didirikannya international society for business management economis and ethics (ISBEE).
Bertens,Kees. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Kanisius : Yogyakarta.

 4.        Jelaskan Ethical Governance

Pengertian Good Corporate Governance
Berbagai peristiwa dalam dasawarsa terakhir telah menjadikan corporate governance sebuah isu penting di kalangan para eksekutif, organisasi – organisasi NGO, para konsultan korporasi, akademis, dan regulator (pemerintah) di berbagai belahan dunia. Isu – isu yang terkait dengan corporate governance seperti insider trading, transparansi, akuntabilitas, independensi, etika bisnis, tanggung jawab social (corporate social  responsibility)dan perlindungan investor telah menjadi ungkapan – ungkapan yang lazim diperbincangkan di kalangan para pelaku usaha. Corporate governance juga telah menjadi salah satu isu paling penting bagi para pelaku usaha diberbagai belahan dunia, termasuk pengusaha di Indonesia.
Dengan perkembangan – perkembangan di atas isu corporate governanceyang tadinya hanya bersifat  marginal kini telah menjadi isu sentral. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemahaman yang memadai tentang corporate governance. Merupakan hal yang sia – sia bahkan berbahaya bila kita sekedar mengikuti trend atau kepatuhan terhadap regulasi tanpa memahami makna dan manfaatnya.
Prinsip Good Governancemerupakan kaidah, norma ataupun pedoman harus digunakan oleh pimpinan perusahaan dan para pegawai agar segala tindakan maupun keputusan yang dilakukannya  adalah dalam rangka mendukung kepentingan perusahaan dan pemegang saham. Kaidah, norma ataupun pedoman yang digunakan harus mengikuti kaidah yang telah ditetapkan oleh Pemerintah maupun ketentuan pengelolaan perusahaan yang telah ditetapkan pada perusahan publik.  Agar praktek-praktek good governancemenjadi tindakan yang nyata dari pimpinan dan para pegawainya, maka diperlukan suatu  pedoman Good Corporate Governance (GCG).
Banyak difinisi yang berkaitan dengan corporate governance, diantaranya adalah
sebagai berikut :
  • Kata governance berasal dari bahasa Perancis gubernance yang berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam konteks kegiatan perusahaan atau jenis  organisasi yang lain, menjadicoporate governance. Dalam bahasa Indonesia corporate governance diterjemahkan sebagai tata kelola atau tata pemerintahan perusahaan. Good Corporate Governance sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu  pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. (Sutojo dan Aldridge, 2008).
  • Istilah Good Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Istilah Good Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik Good Corporate Governance di seluruh dunia. Komite Cadbury, Tjager (2003) mendefinisikan Good Corporate Governance, sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham dan sebagainya.
  • Menurut FCGI (2001) pengertian Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
  • Menurut OCED ( Organization for economic co-operation and development) Mendefenisikan corporate governancesebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board dan pemegang saham dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Good corporate governancejuga mensyaratkan adanya struktur, perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja.
  • Menurut Bank Dunia (World Bank) Good corporate governanceadalah kumpulan hukum, peraturan – peraturan dan kaidah – kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber – sumber perusahaan secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
Corporate governance adalah seperangkat tata hubungan diantara manajemen, direksi,dewan komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan (stakeholders)  lainnya yang mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan
TUJUAN
Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan. Di Indonesia, penerapan Good Corporate Governance telah dibuatkan pedomannya oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) melalui bukunya yang baru dirilis tahun 2006 lalu berjudul “Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia”.
GCG bagi suatu perusahaan dimaksudkan  sebagai pedoman manajemen dan pegawai dalam menjalankan praktek bisnis yang memenuhi persyaratan Good Governance.Sedangkan tujuannya adalah :
  • Memaksimalkan value Perusahaan dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dipercaya dan  dapat dipertanggung jawabkan.
  • Memastikan pengelolaan Perusahaan dilakukan secara profesional, transparan,dan efisien.
  • Mewujudkan kemandirian dalam membuat keputusan sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing pimpinan dalam Perusahaan tersebut.
  • Memastikan setiap pegawai dalam perusahaan berperan sesuai wewenang dan tanggung jawab yang telah ditetapkan.
  • Mewujudkan praktek bisnis yang sejalan dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governancesecara konsisten.
Menurut Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan manfaat antara lain:
  • Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
  • Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).
  • Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
  • Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.
Setiap perusahaan harus membuat pernyataan tentang kesesuaian penerapan GCG dengan Pedoman GCG ini dalam laporan tahunannya. Pernyataan tersebut harus disertai laporan tentang struktur dan mekanisme kerja organ perusahaan serta informasi penting lain yang berkaitan dengan penerapan GCG. Dengan demikian, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk regulator, dapat menilai sejauh mana Pedoman GCG pada perusahaan tersebut telah diterapkan.
Penerapan GCG memiliki dua faktor yang memegang peranan yang menentukan keberhasilannya sebagai berikut, seperti dikutip dari Ristifani (2009) :
  • Faktor Internal
Faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa factor yang dimaksud antara lain:
  • Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
  • Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada  penerapan nilai-nilai GCG.
  • Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah  standar GCG.
  • Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk  menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
  • Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke  waktu.
2.   Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:
  • Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya  supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
  • Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang  diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya.
  • Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain,  semacam benchmark (acuan).
  • Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.
  • Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja.  Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.
RUANG LINGKUP
Ruang Lingkup Good Corporate Governance
Good    Corporate    Governance    tercipta    apabila    terjadi    keseimbangan kepentingan antara semua pihak yang berkepentingan dengan bisnis kita. Identifikasi keseimbangan dalam keberadaannya memerlukan sebuah sistem pengukuran yang dapat menyerap setiap dimensi strategis dan operasional bisnis serta berbasis informasi. Pengukuran kinerja konsep GCG berdasarkan kepada lima dasar, yaitu:
  • Perlindungan hak pemegang saham,
  • Persamaan perlakuan pemegang saham,
  • Peranan stakeholdersterkait dengan bisnis,
  • Keterbukaan dan transparansi,
  •  Akuntabilitas dewan komisaris
Dalam konteks tumbuhnya kesadaran dan arti penting Corporate Governanceini, Organization for Economic Corporation and Development(OECD) telah mengembangkan sperangkat prinsip – prinsip Good Corporate Governancedan dapat diterapkan secara fleksibel sesuai dengan keadaan, budaya, dan tradisi, dimasing – masing Negara. Prinsip – prinsip diharapkan menjadi titik rujuk bagi para regulator (pemerintah)  dalam  membangun  framework bagi  penerapan  corporate governance. Bagi para pelaku usaha dan pasar modal prinsip – prinsip ini dapat menjadi guidanceatau pedoman dalam mengelaborasi best practice bagi peningkatan nilai (valuation) dan keberlangsungan (sustainability) perusahaan.
Hubungan Good Corporate Governance (GCG) dengan Etika Profesi Akuntansi
Profesi akuntansi merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa atestasi maupun non-atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik yang ada. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Peran akuntan dalam perusahaan tidak bisa terlepas dari penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan. Meliputi prinsip kewajaran (fairness), akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), dan responsibilitas (responsibility). Dalam hubungannya dengan prinsip GCG, peran akuntan secara signifikan di antaranya :
  • Prinsip Kewajaran.
Laporan keuangan dikatakan wajar bila memperoleh opini atau pendapat wajar tanpa pengecualian dari akuntan publik. Laporan keuangan yang wajar berarti tidak mengandung salah saji material, disajikan secara wajar sesuai prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia (dalam hal ini Standar Akuntansi Keuangan). Adanya kewajaran laporan keuangan dapat mempengaruhi investor membeli atau menarik sahamya pada sebuah perusahaan. Jelaslah bahwa kegunaan informasi akuntansi dalam laporan keuangan akan dipengaruhi adanya kewajaran penyajian.
  • Prinsip Akuntabilitas.
Merupakan tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif, dengan dibentuknya komite audit. Bapepam mensyaratkan, dalam keanggotaan komite audit, minimum sebanyak 3 orang dan salah satu anggotanya harus akuntan. Komite audit mempunyai tugas utama melindungi kepentingan pemegang saham ataupun pihak lain yang berkepentingan dengan melakukan tinjauan atas reliabilitas dan integritas informasi dalam laporan keuangan, laporan operasional serta parameter yang digunakan untuk mengukur, melakukan klasifikasi dan penyajian dari laporan tersebut.
  • Prinsip Transparansi.
Prinsip dasar transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung pada kualitas penyajian informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu akuntan manajemen dituntut menyediakan informasi jelas, akurat, tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator yang sama.
  • Prinsip Responsibilitas.
Prinsip ini berhubungan dengan tanggungjawab perusahaan sebagai anggota masyarakat. Prinsip ini juga berkaitan dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku. Seiring perubahan sosial masyarakat yang menuntut adanya tanggungjawab sosial perusahaan, profesi akuntan pun mengalami perubahan peran. Pandangan pemegang saham dan stakeholderlain saat ini tidak hanya memfokuskan pada perolehan laba perusahaan, tetapi juga memperhatikan tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan.
PENERAPAN ETIKA DAN GOOG CORPORATE GOVERNANCE
Mengacu pada teori egoism bahwa setiap manusia memiliki egoism di dalam dirinya masing-masing, maka akan ada benturan kepentingan antara kepentingan manajemen, kepentingan pemegang saham, dan kepentingan stakeholder lainnya. Setiap entitas tersebut memiliki kepentingan masing-masing dalam meningkatkan keuntungan untuk dirinya sendiri.
Permasalahan muncul ketika pemenuhan kepentingan dalam mendapatkan keuntungan tersebut merugikan hak entitas lain. Manejemen memiliki kepentingan untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya dari bisnis yang dijalankan. Pemegang saham dan kreditur memiliki kepentingan untuk mendapatkan pengembalian yang maksimal dari dana yang ditanamkan atau dipinjamkan kepada perusahaan. Begitu juga dengan stakeholder lainnya memiliki kepentingan masing-masing.
Selanjutnya lahirnya konsep good corporate governance untuk mengatasi permasalahan di atas. Terutama pada sistem ekonomi pasar bebas, pihak yang berkepentingan sangat banyak dan masing-masing menuntut haknya dalam memperoleh keuntungan. Good corporate governance sebagai sebuah struktur dan proses akan mengendalikan perusahaan tentang bagaimana seharusnya perusahaan beroperasi. Good corporate governance akan menemukan benang merah atau titik temu antara kepentingan masing-masing entitas yang menginginkan keuntungan  seperti yang dijelaskan di atas.
Sementara itu, good corporate governance akan terlaksana jika setiap perusahaan memiliki integritas yang tinggi dalam menjalankan usahanya. Dengan integritas yang tinggi, perusahaan akan memperoleh kepercayaan dari para stakeholder sehingga dapat terus menjalankan usahanya untuk jangka panjang. Misalnya dengan memberikan pengembalian yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kreditur atau pemegang saham, perusahaan akan mendapatkan kepercayaan dalam mengelola dana sehingga mendapatkan pinjaman atau modal secara berkelanjutan. Maka perusahaan harus juga menyediakan informasi yang akurat dan relevan. Artinya perusahaan dituntut untuk memiliki akuntabilitas dan transparansi yang tinggi.
Untuk dapat mewujudkan integritas yang tinggi tersebut, perusahaan harus menerapkan asas-asas etika. Apabila perusahaan menerapkan perilaku-perilaku etis dalam setiap keputusan yang dibuatnya, integritas tinggi tersebut akan muncul secara otomatis.  Ulitarianism dan deontology dapat digunakan untuk melahirkan perilaku etis dalam pengambilan keputusan yang tidak hanya memperhatikan kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok, melainkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan mencakup kepentingan perusahaan dan stakeholder.
Penerapan perilaku-perilaku etis pada perusahaan pada akhirnya akan mewujudkan good corporate governance. Perusahaan akan mempertimbangkan kepentingan para stakeholder sehingga perusahaan memiliki tanggung jawab yang tinggi. Dengan begitu perusahaan mendapatkan kepercayaan dari kreditur, pemegang saham, tenaga kerja, dan stakeholder lainnya. Penerapan perilaku etis ini akan mewujudkan integritas dan good corporate govenance secara berkesinambungan.


Rabu, 04 Oktober 2017

Skandal Akuntansi di Australia (Harris Scharfe) "Accountants Criticised"

A COURT hearing a claim worth up to $238 million against the auditors of collapsed retailer Harris Scarfe has been told the accounting firms involved were "inexcusably incompetent and grossly negligent".
Harris Scarfe's main financier, ANZ Bank, has joined with receiver Ferrier Hodgson to argue that PricewaterhouseCoopers and Ernst & Young were negligent when they failed to detect manipulation of Harris Scarfe's accounts.
The 150-year-old retailer, 46 per cent of which is owned by the Trescowthick family of Melbourne, collapsed in April 2001 with debts of $160 million.
It has since been restructured and revived under new owners.
ANZ and Ferrier Hodgson, on behalf of Harris Scarfe, opened their case this week in the South Australian Supreme Court.
PwC is vigorously defending the matter.
However, the court heard that Ernst & Young had negotiated a confidential settlement with the plaintiffs.
Dick Whitington QC, for ANZ and Harris Scarfe, told the court the auditors had failed to uncover "widespread and systematic fraud and irregular accounting in the books and records of Harris Scarfe".
"Had they conducted their reviews in a non-negligent way, displaying only ordinary competence, the fraud would have been detected and disclosed to the board of directors and to Harris Scarfe's bankers," he said.
Mr Whitington argued that, while the defendants had totally denied negligence as part of their defence, they had made no serious attempt to defend their audits and reviews.
Harris Scarfe is claiming a maximum of $123 million plus interest of $42 million. ANZ's maximum claim is $54 million plus $19 million in interest.
Ernst & Young was auditor of Harris Scarfe from 1988 to 1997, while PwC audited the retailer from 1997 to 2001.
ANZ, according to Mr Whitington, would not have lent, and subsequently lost, the funds if the true position of Harris Scarfe had been revealed.
Explaining the source of the fraud, he said the retailer's chief financial officer, Alan Hodgson, would inflate the value of assets acquired when Harris Scarfe bought retail stores. The "artificial value" would then be applied to reduce expenses, which had the effect of lifting the group's profit "by many millions of dollars in each of the years we're concerned about".
"All of that was done under the nose of these auditors," Mr Whitington said.
Trescowthick family scion Adam Trescowthick, pictured, failed in a bid for a suppression order earlier this week.
Counsel for Mr Trescowthick, who faces 27 dishonesty charges, unsuccessfully argued that publication of evidence surrounding his client's role in the demise of Harris Scarfe would prejudice his future criminal trial, due to start next May.
The case is continuing.
Terjemahan:
Seorang Pengacara yang mendengar sebuah klaim senilai hingga $ 238 juta terhadap auditor retail yang diciutkan Harris Scarfe telah diberitahu bahwa perusahaan akuntansi yang terlibat adalah "tidak dapat dimaafkan secara tidak kompeten dan terlalu lalai".
Pemodal utama Harris Scarfe, ANZ Bank, telah bergabung dengan receiver Ferrier Hodgson untuk membantah bahwa PricewaterhouseCoopers dan Ernst & Young lalai saat mereka gagal mendeteksi manipulasi akun Harris Scarfe.
Peritel berusia 150 tahun itu, 46 persen di antaranya dimiliki oleh keluarga Trescowthick di Melbourne, ambruk pada April 2001 dengan hutang sebesar $ 160 juta.
Sejak itu telah direstrukturisasi dan dihidupkan kembali di bawah pemilik baru.
ANZ dan Ferrier Hodgson, atas nama Harris Scarfe, membuka kasus mereka minggu ini di Mahkamah Agung Australia Selatan.
PwC dengan giat membela masalah ini.
Namun, pengadilan mendengar bahwa Ernst & Young telah menegosiasikan sebuah penyelesaian rahasia dengan penggugat.
Dick Whitington QC, untuk ANZ dan Harris Scarfe, mengatakan kepada pengadilan bahwa auditor tersebut telah gagal untuk menemukan "kecurangan yang meluas dan sistematis dan akuntansi tidak teratur dalam buku dan catatan Harris Scarfe".
"Jika mereka melakukan ulasan mereka dengan cara yang tidak lalai, hanya menampilkan kompetensi biasa, kecurangan tersebut akan terdeteksi dan diungkapkan kepada dewan direksi dan kepada bankir Harris Scarfe," katanya.
Whitington berpendapat bahwa, sementara para terdakwa benar-benar menolak pengabaian sebagai bagian dari pembelaan mereka, mereka tidak melakukan upaya serius untuk mempertahankan audit dan ulasan mereka.
Harris Scarfe mengklaim maksimal $ 123 juta ditambah bunga sebesar $ 42 juta. Tuntutan maksimum ANZ adalah $ 54 juta ditambah bunga $ 19 juta.
Ernst & Young adalah auditor Harris Scarfe dari tahun 1988 sampai 1997, sementara PwC mengaudit pengecer tersebut dari tahun 1997 sampai 2001.
ANZ, menurut Mr Whitington, tidak akan dipinjamkan, dan kemudian hilang, dana jika posisi sebenarnya dari Harris Scarfe telah diungkap.
Menjelaskan sumber penipuan tersebut, dia mengatakan bahwa chief financial officer pengecer, Alan Hodgson, akan mengembang nilai aset yang diperoleh saat Harris Scarfe membeli toko ritel. "Nilai buatan" kemudian akan diterapkan untuk mengurangi pengeluaran, yang memiliki efek untuk mengangkat keuntungan kelompok "oleh jutaan dolar di setiap tahun yang kita khawatirkan".
"Semua itu dilakukan di bawah hidung auditor ini," kata Whitington.
Trephowthick family scion Adam Trescowthick, digambarkan, gagal dalam upaya untuk menindas pesanan awal pekan ini.
Penasihat untuk Mr Trescowthick, yang menghadapi 27 tuduhan ketidakjujuran, dengan tidak beralasan mengemukakan bahwa publikasi bukti seputar peran kliennya dalam kematian Harris Scarfe akan mengurangi pengadilan pidana masa depannya, yang akan dimulai pada bulan Mei mendatang.
Kasus ini terus berlanjut.

REVIEW
Berdasarkan Etika Profesi Akuntansi, terutama Prinsip Etika Profesi yang harus diterapkan oleh para pelaku di dunia bisnis dan keuangan, skandal akuntansi di Australia tersebut telah melanggar beberapa Prinsip Etika Profesi dalam menjalankan tugasnya. Beberapa Prinsip Etika Profesi yang dilanggar ialah sebagai berikut:

1.        Tanggung Jawab Profesi
Karena para auditor diklaim tidak mempertahankan tanggung jawab mereka untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan negara dan dalam hal mendeteksi kecurangan yang berada di struktur perusahaan klien mereka.
2.        Kepentingan Publik
Dalam kasus ini sangat berhubungan dengan  kepentingan public karena jika tanggung jawab profesi sudah dilanggar, otomatis prinsip kepentingan publik pun ikut terlanggar. Karena kedua hal tersebut adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain, dimana kedua prinsip tersebut sama-sama membahas perihal menjalankan profesi untuk publik serta menunjukkan komitmen atau profesionalisme.
3.        Integritas
Secara tidak langsung para tertuduh skandal akuntansi tersebut telah menurunkan integritas mereka. Integritas merupakan suatu karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional dan juga hal yang mendasari kepercayaan publik. Integritas ini diukur melalui tindakan yang benar dan adil. Suatu tindakan yang benar dan adil tidak akan berani untuk melakukan skandal akuntansi yang merugikan pihak manapun.
4.        Perilaku Profesional dan Standar Teknis
Dengan adanya kasus penipuan tersebut sudah pasti para pelaku telah melanggar standar teknis dan standar profesional yang relevan. Tidak berhati-hati, tidak menaati segala etika profesi yang berlaku.